Pengalaman Baru: Leading and Designing Pameran Foto Refugee



Dalam tulisan sebelumnya menyangkut Publikasi dan Dokumentasi 'Aceh Muliakan Pengungsi Luar Negeri' yang dialksanakan Yayasan Geutanyoe, aku menuliskan ada beberapa rangkaian kegiatan yang kami laksanakan dan bahkan aku ditunjuk menjadi penanggung jawab utamanya secara de facto. Jika sebelumnya aku mendeskripsikan soal aktvitas Sayembara Foto dan Artikel beserta aktivitas FGD dengan Academic Team, maka kali ini aku akan mengurai tentang aktivitas ku menyangkut agenda Pameran Foto Yayasan Geutanyoe (YG).

Ada hal unik menyangkut agenda Pameran Foto ini secara personal bagi aku. Dalam rangka memperingati Hari Pengungsi Sedunia ini, beberapa kantor YG mengagendakan beberapa kegiatan kebudayaa. Kantor Medan termasuk yang pionir menggelar acara kebudayaan yang cukup besar, yakni acara pertukaran kebudayaan antara masyarakat lokal setempat dengan para pengungsi di berbagai lini aksi budaya seperti tarian, puisi, festival makanan, teater, dsb. Saat itu ada yang mengajukan masukan agar kantor Medan juga melaksanakan Pameran Foto. Saat diajukan usulan tersebut, aku secara sukarela mengajukan diri secara privat untuk mau menjadi PIC pameran foto tersebut jika mereka tidak cukup memiliki personel di bagian itu. Tapi kemudian mereka menolak untuk melaksanakan agenda pameran foto dengan berbagai alasan termasuk kekurangan sumber daya.

So, begitu kantor Banda menyatakan ingin menyelenggarakan Pameran Foto, dan PIC de jure nya kinda have no time to handle that dan kantor secara tersirat ingin agar aku meng-handle ini, aku menyatakan secara terbuka, ga masalah jika saya menjadi PIC de facto Pameran Foto ini. Kekecewaan karena ga jadi dipake untuk nge-hendle pameran foto oleh kantor lain bisa ku salurkan ke sini, dan nunjukin aku emang seriusan bisa. Padahal sebenernya aku belom pernah juga sih secara official nge-handle kegiatan pameran foto. Tapi aku cukup percaya diri, karena selama ini aku sudah sangat sering berjibaku dalam bebagai kegiatan seni, bahkan seni rupa, dengan kawan-kawan Komunitas Kanot Bu. Selama masa FGD Academic Team, aku juga sudah banyak diskusi dan belajar dengan Abu Chaideer Mahyuddin soal fotografi. Lagipun, aku juga ga yakin kawan-kawan yang lain cukup paham soal seni dan fotografi yang berperspektif sosial (maaf ya sombong banget kayaknya haha..)

Tapi, memang aku dibantu banyak banget oleh Abu Chaideer menyangkut pameran foto ini. Dari sejak awal, Academic Team bagian sayembera foto memang sudah melaksanakan seleksi foto dalam jumlah besar, bukan hanya yang layak untuk dinyatakan sebagai pemenang tapi juga yang layak disertakan dalam Pameran Foto. Jadi secara overall aku ga terlalu kesulitan, karena bahan pameran foto memang sudah tersedia dari sayembara foto dan sudah dibantu seleksi oleh para Academic Team. Walaupun akhirny aku meminta rekomendasi foto tambahan karena tidak cukup.


proses seleksi foto guys..
 
 

Selanjutnya tinggal pada keputusan ku mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pameran foto. Selain itu, paska penilaian sayembara foto dan artikel dan menuju persiapan pameran foto, kami juga meminta Academic Team terutama bagian foto untuk membantu mengkonsepkan pameran foto yang berbeda dan unik. 

 
ngumpul dan rapat santai untuk bahas pameran foto


Aku dan kantor, ketika pertama kali membayangkan pameran foto, jelas old school banget, seperti ini nih contohnya:

 
bayangan ini beneran ada dikepala semua orang waktu inget pameran foto wkwkwk..


or at least ini hahaha..

Nah Abu Chaideer jelas melecehkan itu wkwkwk.. Ia menawarkan jenis konsep pameran foto yang pernah mereka gelar di banda dan yang pernah digelar oleh teman-teman Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan. Contohnya seperti ini: 

yang perna digelar temen-temena Banda Aceh


 

Nah ini nih yang disaranin Abu, aku tertarik dan konsep inilah yang aku pakai untuk YG

Menurut Abu,  konsep display seperti ini memiliki beberapa kelebihan. Pertama, ga old-school pastinya. Kedua, menarik perhatian lebih karena kan Pameran Fotonya dilaksanakan sekalian satu tempat dan waktu dengan kegiatan Seminar Internasional dan Launching Buku ‘Aceh Muliakan Rohingya’. Ketiga, display foto seperti ini dapat mengakomodir photo story dan narasi karena kita sedang memuat isu pengungsi yang akan lebih menarik jika didisplay dengan pola narasi dan story.

Jelas aku excited. Aku mengajukan konsep ini, menghitung sumber daya, budget dan segala ketersediaan. Awalnya sempat ragu kantor bakal setuju karena budgetnya juga lumayan sih hehe. Tapi untungnya kantor setuju. Ga tau bilang senengnya. Aku dengan tim desain grafis dan kampanye digitalnya kantor langsung deh prepare semua hal. Nyari bahan spanduk yang cocok dan terjangkau, nyari rigging untuk penyangga nya (ini sih yang sempat rada ribet karena kita ga banyak kenal orang di bagian ini, tapi untungnya setelah hubungi temen-temen seniman dan fotografer sana sini, dapet juga), dan yang paling ribet serta lama amat apa?? Desain display nya dooooonk…Aku tentu mau se-artistik mungkin.. Emang sih perfectionist aku kumat parah sih di saat-saat kgini wkwk.. kasian banget tim desain grafis yang awalnya udah coba design, tapi aku ga puas dan minta rombak ulang, itupun aku minta revisi entah uda keberapa puluh kali sampe jadinya final, hihi…

Aku ngembil narasi Affan, si Koordinator Riset YG sekaligus salah satu leader kantor Medan. Narasi ini mereka pakai untuk acara kebudayaan di Medan. Aku ngerasa ga bisa buat lebih bagus dari itu, dia guru Filsafat aku juga, agak susah ngelampauin dia. Aku bilang sama dia, narasi ini jadi narasi utama YG untuk peringatan Hari Pengungsi Sedunia 2022 ya, aku juga jadi bebas pake.

Ini dia narasinya, yang sebagian besarnya juga aku cantumkan di display foto:

Hari Pengungsi Sedunia (World Refugee Day), selanjutnya disingkat dengan WRD adalah hari internasional yang ditetapkan oleh PBB untuk menghormati para pengungsi di seluruh dunia. WRD setiap tahun jatuh pada tanggal 20 Juni. Masyarakat dunia merayakan kekuatan dan keberanian orang-orang yang terpaksa meninggalkan negara asal mereka untuk menghindari konflik atau penganiayaan. Hari Pengungsi Sedunia adalah kesempatan untuk membangun empati dan pemahaman atas penderitaan pengungsi dan untuk mengenali ketahanan mereka dalam membangun kembali kehidupan.

Siapapun mereka, orang yang terpaksa mengungsi harus diperlakukan dengan bermartabat. Siapa pun dapat mencari perlindungan, terlepas darimana asal mereka atau apa yang mereka yakini. Itu tidak bisa ditawar: mencari keselamatan adalah hak asasi manusia. Dari mana pun mereka berasal, orang-orang yang terpaksa mengungsi harus disambut. Pengungsi datang dari seluruh dunia. Untuk menghindari bahaya, mereka mungkin naik pesawat, perahu, atau berjalan kaki. Ada hal yang paling universal adalah hak untuk mencari keselamatan. Setiap kali orang dipaksa untuk melarikan diri, mereka memiliki hak untuk dilindungi. Apapun ancamannya – perang, kekerasan, penganiayaan – setiap orang berhak mendapatkan perlindungan. Setiap orang berhak untuk merasa aman.

Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) memilih tema Hari Pengungsi Sedunia tahun 2022 ‘ Mencari Kesalamatan (Seeking Safety)’. Tema ini dijabarkan dalam  lima makna yang mengakar dalam Hak Asasi Manusia. Pertama, hak untuk mencari suaka. Siapapun yang melarikan diri dari penganiayaan, konflik, atau pelanggaran hak asasi manusia memiliki hak untuk mencari perlindungan di negara lain. Ke dua, akses aman. Perbatasan harus tetap terbuka untuk semua orang yang terpaksa mengungsi. Membatasi akses dan menutup perbatasan dapat membuat perjalanan menjadi lebih berbahaya bagi orang yang mencari keselamatan. Ketiga, tidak ada pushback. Orang tidak dapat dipaksa untuk kembali ke suatu negara jika hidup atau kebebasan mereka terancam. Ini berarti bahwa negara-negara tidak boleh mendorong siapa pun kembali tanpa terlebih dahulu mengevaluasi bahaya yang akan mereka hadapi di rumah. Ke empat, tidak ada diskriminasi. Orang tidak boleh didiskriminasi di perbatasan. Semua aplikasi untuk status pengungsi harus diberikan pertimbangan yang adil, terlepas dari faktor-faktor seperti ras, agama, jenis kelamin dan negara asal. Ke lima, perlakuan yang manusiawi. Orang yang terpaksa mengungsi harus diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Mereka berhak atas perlakuan yang aman dan bermartabat seperti manusia lainnya. Antara lain, ini berarti menjaga keluarga tetap bersama, melindungi orang dari risiko dan tindak pidana perdagangan manusia, dan menghindari penahanan sewenang-wenang.

 ***

 

Selain Foto dan Narasi tentang pengungsi serta segala kondisi dan penanganannya selama di Aceh, aku juga diharuskan membuat display khusus mengenai upaya penanganan yang dilakukan YG selama ini terhadap pengungsi. Biar keliatan keren, aku juga nyariin narasi yang udah tersedia selama ini tentang profil serta visi misi YG di bidang kemanusiaan. Biar bangga deh pokoknya lembaga, hehe..

Nah ini nih hasil dari design display untuk pameran foto YG:

 
page awal kinda cover berisi display foto para pemenang

page khusus foto juara utama sekaligus sebagai Photo Boot

photo storydan narasi para pengungsi

di sebelah kanan: photo dan narasi tentang Yayasan Geutanyoe

 

Setelah diskusi habis-habisan soal design display foto yang akan dipamerkan, masuklah kami ke perdebatan menyangkut design kampanye digital pameran foto nya. awalnya seperti biasa, tim design grafis akan pake template background nya YG yang selama ini mereka pake sebagai background mainstream nya YG, basicnya warna putih, kuning, ijo. Aku minta di design ulang yang lebih artistic. Akhirnya kami nemuin design berbeda, design template sepaket antara kegiatan Pameran Foto dan Launching Buku yang dua-duanya jadi tanggung jawab akuh. 

ini nih jadinya :

 
 

Sepaket dengan design agenda ini (aku urai di postingan selanjutnya yah ;) )

 


 

Komentar

Postingan Populer