Memantik Diskusi: Kekerasan Dalam Pacaran
Komnas Perempuan memiliki salah satu segmen diskusi publik diantaranya "Tanya Komnas Perempuan".lewat media Live Instagram. Dalam segmen ini, publik dibebaskan bertanya apapun kepada Komnas Perempuan sesuai dengan tema yang disediakan. Segmen ini dipayakan hadir paling tidak sebulan dua kali. Dalam segmen ini, para koordinator dan asisten koordinator akan menjadi Host dan para Komisioner akan menjadi narasumber atau penanggap para pertanyaan. Segmen ini ditujukan untuk memfasilitas publik bertanya jika ada keterbatasan ruang di berbagai media lainnya.
Nah tidak jauh dari bau-bau Valentine's Day di bulan Februari, aku dapat tugas untuk jadi host di salah satu segmen ini karena aku memilih tema Kekerasan dalam Pacaran. Komisioner yang menjadi penanggap saat itu adalah Bu Alimatul Qibtiyah, ketua Subkomisi Pendidikan Komnas Perempuan yang juga adaalah seorang akademisi, peneliti, pembicara publik untuk isu gender, relasi, seksualitas dan komunikasi.
Jujur, aku pribadi exctited banget dengan tema ini karena tema ini salah satu tema yang paling dekat dengan kehidupan harian kita dan percayalah masih sangat banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa ini menjadi korban kekerasan dalam pacaran, dan jikapun tau namun tidak tau harus melakukan apa.
Aku sendiri sudah menjalani banyak relasi personal dengan berbagai variannya dan mengalami sendiri banyak betul bebagai tindakan kekerasan dalam relasi, mulai dari yang paling halus lewat manipulasi, gaslighting, ghosting, pelecehan lewat text dan verbal atas fisik, seksual, hingga kekerasan psikis dalam yang memberikan dampak kerusakan parah terhadap kesehatan mental. Namun meski demikian aku masih merasa termasuk yang beruntung dan mendapat privilage karena aku masih mengenali tindak kekerasan dan pelecehan yang dilakukan terhadap ku, masih tau upaya-upaya penanganan dan pemulihan, masih memiliki keberanian untuk speak up bahkan melaporkan pelaku, masih memiliki support system yang cukup kuat. Hal-hal yang belum tentu dimiliki oleh perempuan lain.
Beberapa pertanyaan dari publik muncul selama diskusi, seperti cerita tentang korban yang mengalami manipulasi seksual selama pacaran bahkan setelah pelaku dipalorkan ke keluarga dan polisi namun tidak mendapat konsekuensi yang pantas. Juga adanya korban yang mengaku mengalami penyebaran file-file pribadi namun tidak berani melapor ke orang tua dan pihak lainnya. Juga pertanyaan seputaran bagaimana jika pelaku berasal dari keluarga broken homen. Sure, ini ga jadi pembenaran namun aku suka sekali dengan reespin Bu Alim yang menyatakan bahwa, dalam UU TPKS penanganan dan pemulihan yang komprehensif sesungguhnya bukan hanya dilakukan terhadap korban namun juga terhadap pelaku, karena jika pelaku tidak direhabilitasi dsb maka kondisi keberulangan bisa saja akan terjadi dan bisa jadi pelaku sendiri merupakan reproduksi sosial yang jangan-jangan juga merupakan korban namun bertransform menjadi pelaku. Bu Alim juga memaparkan bahwa dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan bahkan dalam data Forum Pengada Layanan, kasus Kekerasan dalam Pacaran merupakan kasus tertinggi (gila ya...).
Semoga terutama setelah disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, para perempuan korban semakin menjadi sadar atas kekerasan dan tindak pelecehan yang terjadi terhadapnya, mulai mencari tindak penanganan, bantuan dan pemulihan dan dapat memutus rantai kekerasan yang terjadi terhadapnya.
Oiya, saat salah seorang korban bertanya tentang bagaimana upaya pemulihan efektif setelah mengalami kekerasan dalam pacaran dan trauma, Bu Alim merepson dengan, "Kakak, kita pantas bahagia." Ga ta kenapa aku sendiri saat mendengar ini melting. Deep words banget sih.
BTW, kalo mau liat diskusi lengkapnya silahkan akses link berikut ya guys...
Cekidot...


Komentar
Posting Komentar