Melecehkan Partai-Partai Politik (yang nir-faedah itu!)
Suatu waktu saya diminta untuk menjadi pembicara suatu serial diskusi dengan tajuk Mencari Indonesia dari Aceh Sampai Papua dan tema spesifik kali ini adalah Masihkah Kita Percaya Partai Politik? Dimana host utamanya adalah Kampung Limasan Tanjong dan host tamunya adalah Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Saya diminta menjadi representasi Aceh.
Awalnya saya sempat bingung diminta bicara mengenai partai politik. Saya bukan pakarnya. Kemampuan utama saya adalah di isu Pendidikan Kritis. Tapi pengelola acara menyatakan saya dapat bicara dari sudut pandang Pendidikan Kritis. Dan iya juga sih, Pendidikan Kritis lah yang harus menyadarkan bahwa kita ga boleh apolitis.
Saya menyanggupi, dan jadilah kerja saya sepanjang zoominar itu adalah meleceh-lecehkan partai politik, hehe.. Mulai dari demokrasi prosedural yang membuat kita memilih penindas kita sendiri melalui prosedural legal dan memilih mereka sebagai penindas yang sah secara politik dan hukum. Menjawab pertanyaan apakah rakyat kita masih percaya parpol saat suara rakyat saat pemilu masih bisa dibeli dan mereka bahkan ga tau yang ngasi uang itu dari partai mana (hahaha...), juga soal jumlah parpol yang makin banyak tapi kesenjangan sosial ekonomi juga makin tinggi (terus itu parpol kerjanya apaaaaa?), rakyat sehari-hari bertarung sendirian memenuhi kebetuhan hidupnya, bertarung atas lahan yang dirampas, eksploitasi harian dan parpol itu kemana ajaaa, ngapain ajaaa, faedahnya apaa?
Yaa mereka kan cuma perlu keluarin uang sekian miliar atau triliun di masa jelang pemilu, lalu setelah terpilih bisa eskploitasi rakyat dan SDA sepuasnya secara legal. Ya parpol itu paling cuma jadi tempat romosi bagi elit untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri sebagai elit. Yang konyolnya lagi, kita ngarepnya lagi ke elit-elit brengsek ini untuk mengubah nasib kit amenjadi lebih baik. Ya, ini yang konyolnya, yang saya kritik dari pembicara-pembicara lain juga di akhir diskusi. Kita ditindas elit, pake mekanisme parpol, tapi minta tolongnya ke elit lagi, ngemis-ngemisnya ke elit lagi. Apa mungkin kita minta tolong mereka merusak kepentingan mereka sendiri? Apa kita rakyat ini ga bisa bentuk kekuatan alternatif yang lebih signifikan, seperti di masyarakat politik lain di dunia yang bisa berkuasa atas sistem poilitik dan menjadikan parpol justru sebagai underbow mereka, bukan malah rakyat yang dijadikan alat dan underbow oleh parpol elit zalim seperti sekarang ini.
Untuk situasi Aceh memang ada kondisi istimewanya, dengan adanya parpol lokal, walau itu hasil perjuangan berdarah selama puluhan tahun juga sih. Aceh memang diuntungkan dengan adanya parlok karena jadi ga perlu repot-repot lobi pusat. Di Aceh, rakyat masi terlalu tinggi kepercayannya terhadap partai berbasis kombatan sebagai representasi perjuangan rakyat Aceh. Hanya saja parlok ini juga pada akhirnya brengsek juga, jadi elitis juga. Satu-satunya yang bisa dibanggakan ya cuma kebijakan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dimana dengan ini seluruh rakyat Aceh bisa dapat jaminan kesehatan secara gratis, yang kemudian kebijakan ini juga diadopsi dengan berbagai modifikasi oleh pemerintah pusat. Yaa, harusnya jangan cuma Aceh sih yang punya parlok. Karena, memangnya kalo pimpinan partai provinsi punya pendirian yang berbeda dengan pimpinan partai nasional, boleh? Ya ga lah! Otonomi tipu-tipu kan? Hehe..
Untuk lebih lengkapnya silahkan pantengin rekaman zoom berikut ini..
![]() |
Link : Click here




Komentar
Posting Komentar