Pembelajaran Politik Rakyat dari Film Satyagraha
Kali ini siswa Menonton film Satyagraha, aka Revolusi Ambikapur.
Resensi dari Berdikari Online:
Membayangkan film India yang politis, apalagi ideologis dan filosofis, tentu sulit sekali. Kalaupun ada, itu barang langka. Setidaknya itu anggapan banyak orang Indonesia. Maklum, sebagian film Bollywood yang masuk ke Indonesia itu berhaluan ‘menye-menye’.
Satyagraha menyoroti praktik korupsi yang seolah-olah endemik dalam sistim politik India. Namun, contoh kasusnya adalah sebuah kota bernama Ambikapur. Di Ambikapur, segala-galanya butuh uang. Setiap urusan layanan publik perlu uang pelicin. Sementara pejabat negara, termasuk politisi dan partai politik, sibuk berebut proyek. Nah, supaya untungnya gede, maka sejak awal anggarannya di-mark-up.
Suatu kasus akhirnya memicu pergerakan dan perlawanan rakyat. Yang menarik adalah bagaimana pemimpin pergerakan mengkombinasikan pengorganisiran di akar rumput, media sosial/teknologi dan penggunaan data sebagai kampanye. Pergerakan Satyagraha sudah menempuh berbagai metode perjuangan, dari membuka posko pengaduan pengaduan, aksi massa hingga mendatangi langsung kantor-kantor kolektor, tetapi pemerintah tidak kunjung merespon tuntutan rakyat.
Nah, berbagai perjuangan sudah dilakukan. Dari aksi massa, pemogokan, mogok makan hingga aksi langsung. Tetapi itu belum cukup mengubah keadaan. Lantas, apa perjuangan selanjutnya?
Soal itu terjawab dalam pesan di penghujung di film ini:
“Kita harus mengubah sistem politik. Tetapi tidak dari luar. Berpartisipasilah di dalamnya!”
****
Film ini secara terang-terangan mempertontonkan bagaimana koalisi-koalisi busuk yang sering dilakukan oleh politisi di balik gedung mewah yang selama ini kasat mata oleh kita.
Bagaimana busuknya sistem ekonomi, politik, hukum yang selama ini langgeng dan hanya menjadi alat bagi elit untuk memperoleh kepentingan.
Saya cukup sampaikan, "begini jugalah praktik dalam sistem politik kita, nak"
Film ini juga membantu saya memberikan cara pandang tentang pergerakan rakyat terhadap siswa. Agar mereka paham, masa depan mereka ga akan cerah-cerah amat dengan sistem yang bobrok ini. Sehingga menjadi apolitis adalah 'dosa besar' yang resiko nya akan mereka tanggung sendiri.




Komentar
Posting Komentar