Pembelajaran Alternatif tentang HAM
Saat mengikuti Mini School of Peace bulan Mei
lalu, selain diberi bekal materi untuk membentuk perspektif, kami juga
diberikan bekal materi dan praktik transformasi
sosial dalam bentuk monolog dan teatrikal, kelas menulis dan photografi. Dan
saya kemudian sadar, hal ini jga dapa diterapkan dalam pembelajaran di sekolah.
Seperti dalam materi HAM, selain meminta
siswa untuk menganalisa kasus-kasus pelanggaran HAM, saya meminta siswa
memerankan berbagai peran berupa korban-korban pelanggaran HAM atau
menggambarkan suatu peristiwa pelanggaran HAM melalui monolog dan sosio drama.
Harapannya, dengan ini kita bisa sama-sama merasakan nuansa psikologis yang
dialami korban dan betapa pentingnya penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM
yang telah terjadi..
'Kacaunya', mereka memerankan dengan cukup
baik dan mampu menghadirkan suasana emosional yang membuat saya dan
teman-temannya tak mampu menahan air mata dan emosi. Salah seorang siswa yang
memerankan monolog sampai mengajak semua yanga ada di kelas berdoa bagi korban
dalam khidmat saking menyelami emosi yang dirasakan oleh korban.
Dan setelah semua selesai tampil, saya bertanya, "Apakah kita bisa mengikhlaskan pelaku pelanggar HAM tidak diadili dan korban tidak dipenuhi hak-haknya?" Siswa menjawab dengan penuh emosional, "Ga bisa bu, ga bisaa.."
Siswa di SMK Aceh Business School memerankan monolog dan sosio drama
untuk kasus Marsinah, pembantaian PKI, Rumoh geudong di Aceh, Pembantaian oleh
Van Daalen di Gayo Lues, pelanggaran HAM di Papua, Palestina, budaya kekerasan
(acid attack) terhadap perempuan di Pakistan, dsb..










Komentar
Posting Komentar