EsBe (17)

 




Sejak bulan mengatup tempo lalu, aku dirundung dosa,
Tak bertepian, tak berkesudahan..
Aku memang menyongsong lelap, namun hatimu ternyata porak-poranda
Ada kelelawar yang hinggap di atap rumah kita
Memberi petanda buruk
Bahwa kali ini, cinta kita menuai badai
Untuk tali temali yang sudah kita jalin rapat-rapat
Namun rindu dan ketakutan yang menerkam
Luputkan aku dan kau, bahwa cinta harusnya punahkan segala pendirian

Demi tuhan, yang tak pernah minta ruahan kasihNya dibalas
Aku bersimpuh dan mengatup dua tangan di depan pintu hatimu
Yang dibalut luka hingga fajar
Oleh aku yang pandir
Seperti risalahmu yang membuyar aku dengan sungguh kerdilnya
Mengapa pintamu tak ku penuhi saja demi tenangnya hatimu
Bukankah selama ini aku pun sudah membayar mahal untuk itu
Bukankah damaimu kini jauh lebih berharga dari selaksa prinsip hidup yang ku punya
Dan bukankah api unggun yang hidup di pekarangan rumah hati kita
adalah tanda
Bahkan segala mampu kita korban kan,
Demi nyala, demi penebusan rasa yang beriak-riak tanpa sua

Entah luka mu telah padam ditelan malam
Entah ingatanmu telah hilang pada muara janji yang ku ucap
Dapatkah ku tebus?
Dapatkah ku siram air hujan hingga kau lupa,
Bahwa aku pernah nyalakan bisa panas dalam bilikmu?
Dapatkah malam panjang yang dijanjikan semesta untuk kita kelak
Mampu runtuhkan segala pahit, sesak, dan nyeri yang menjalar di rumah kita?
Ah, kau tau, sungguh aku pun sayang kau melebihi apa yang dapat dibayangakan benak manusia



(My apology for the sin of yesterday)

Komentar

Postingan Populer