Tentang Soal Ujian dan Bapak Menteri
Ini adalah cerita mangenai salah
satu masa yang akan paling diingat dalam hidup. Beberapa waktu lalu, saya
mengunduh ke facebook foto lembaran soal ujian, dimana soal itu memang saya rancang
sebagai salah satu alat evaluasi akhir
semester mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk siswa kelas XI di SMA
Laboratorium Unsyiah tempat saya mengajar. Foto itu saya unggah dengan penuh
kesadaran dengan tujuan untuk menyebar gagasan dan kritik terhadap pola
evaluasi yang dogmatis. Selama ini, paradigma kebanyakan guru yang mengasuh
mata pelajaran PKn masih menggunakan pola-pola lama dan membosankan. Di saat
sebagian guru sudah menggunakan model dan alat yang serba canggih untuk
menganalisa gerak sosial, politik, hukum, pemerintahan bahkan hubungan
internasional, sebagian besar guru lainnya justru masih menyuguhkan mata
pelajaran PKn dengan materi tak lebih dari sekedar bahasan gotong royong dan
tenggang rasa, dengan pola ceramah yang lebih bersifat indoktrinisasi. Dalam
pola evaluasinya jelas, jangankan bicara untuk memberikan evaluasi tahap
analisa, sintesa dan evaluasi, pertanyaan ranah menyebutkan dan menjelaskan pun
sifatnya masih sangat textbook. Kapan anak-anak bangsa ini mau maju?
Soal-soal di atas adalah pola
evaluasi yang sudah saya terapkan bahkan sejak saya masih PPL (Praktek
Pengalaman Lapangan) yang disesuaikan dengan intake siswa di sekolah yang
bersangkutan. Namun yang berada di luar jangkauan nalar saya, respon yang saya
peroleh atas hasil publikasi tersebut sangat luar biasa. Para dosen bahkan ikut
berkomentar dan mengapresiasi, staf ahli bapak menteri pendidikan ikut menyebar
foto tersebut, menjadi viral, yang diikuti oleh ramainya komentar dari berbagai kalangan
masyarakat. Beberapa media lokal dan nasional mengangkatnya menjadi isu hangat,
hingga menjadi headline di berbagai media sosial. Maklum, judul pemberitaannya pun cukup provokatif, "Soal Ujian dari Guru Cantik Ini Bikin Heboh Netizen", "Bikin Soal Ujian Tak Lumrah, Guru di Aceh Ini Malah Panen Pujian dari Netizen". Jadilah soal tersebut menjadi
soal paling menghebohkan tanah air pada awal Desember lalu.
Hal tersebut ternyata membawa keberuntungannya tersendiri hingga akhirnya saya mendapat
undangan untuk makan siang bersama Anies Baswedan, Menteri Pendidikan pada saat
itu yang sehari setelah boomingnya pemberitaan mengenai soal tersebut beliau
kebetulan menghadiri agenda Kongres Peradaban di Aceh.
Yah, boleh dibilang senang. Namun
ada satu hal yang paling membuat saya bersemangat saat berjumpa dengan Bapak
Menteri, yakni jawaban mengenai isu yang beredar di dunia maya terkait UMP
honorer. Saya tidak ingin menghabiskan waktu sia-sia sekedar selfi-selfi atau
basa-basi tidak jelas.
Mengenai hal ini, beliau justru menyatakan tidak pernah mengeluarkan statement seperti yang digembar-gemborkan media bahwa
honorer akan memperoleh upah minimum sebesar Rp. 2 juta rupiah perbulannya (kecewa, hiks). Beliau melanjutkan bahwa upah honorer harusnya
tetap dihitung berdasarkan jumlah jam mengajar, namun harus sesuai standar
kelayakan. Saya menyatakan, nah itu dia, di Aceh bahkan banyak guru honor yang
mengajar dengan jumlah jam yang cukup banyak namun tidak mendapat upah yg layak.
Pak Anies menimpali, "Itu dia yang saya herankan di Aceh, banyak sekali
mengangkat honorer tapi tidak mampu memberikan jaminan upah layak". (Pemerintah
Daerah mana Pemerintah Daerah?). Dan ketika saya tanyakan, apakah sudah ada regulasi mengenai hal itu
(dibanding nanya, saya ini sebenernya lagi nuntut pak, hiks). Beliau menjawab:
belum.
Tentu kami juga berdiskusi tentang soal ujian tersebut dan metode pembelajaran yang sering saya gunakan. Dan diakhir pertemuan beliau tidak lupa berpesan "Tetaplah menginspirasi".
Tentu kami juga berdiskusi tentang soal ujian tersebut dan metode pembelajaran yang sering saya gunakan. Dan diakhir pertemuan beliau tidak lupa berpesan "Tetaplah menginspirasi".
Dan tentu, pertemuan dengan Bapak
Menteri tersebut, setelah saya sebar atau disebarkan pihak lain, menambah
hangatnya pemberitaan mengenai saya dan soal yang saya rancang. Namun, harapan
saya publik tidak sampai salah fokus. Sebagian mengucapkan selamat yang
terkesan kagum dengan momen dan kepopuleran yang saya dapatkan. Padahal, itu
sama sekali tidak penting, saya lebih ingin orang paham dengan tujuan awal saya
dan hal inilah yang perlu untuk dibesar-besarkan: menyebar gagasan mengenai
soal ujian yang berkualitas dan demokratis, serta kritik terhadap pola evaluasi
yang dogmatis. Setelah dari ini, semoga evaluasi PKn jadi punya standar baru,
paling tidak.
Beberapa media yang menghebohkan fenomena ini:
- Ini Soal Ujian Unik Buatan Guru Aceh yang Panen Pujian Netizen
- Bikin Soal Ujian yang Cerdas, Guru Cantik Ini Dipuji Netizen
- TRENDING SOSMED : Soal Ujian Guru Cantik Ini Tuai Pujian Netizen
- Buat Soal Kritis, Guru Cantik dari Aceh Ini Banjir Pujian
- Bikin Soal yang Berkualitas, Wanita Aceh ini Gemparkan Netizen !
- dan banyak media lainnya yang ga mungkin dituliskan semua di sini, hehe









wissss guru favorit saya ni sewaktu sma
BalasHapus