Tentang Rasa








Hari yang kemarin masih rancu saat tersipu melawan ragu. 
Dan tiba-tiba rasa yang mengalun menyimpuh keruh dalam haru membuncah kian riaknya saat ia menyebar senyum bertenun cahaya, meretas risau yang tak kunjung damai. 
Rasa ini pernah ku kenal dulu menahun. Semoga ini salah.
Sungguh tak tangguh mengukir kemudi yang tak berarah, tak pasti berkiblat kemana.
Atau mari kita kayuh saja jarum waktu meski tak sepadan arah angin laiknya.
Bila ku turuti deru nurani, mungkinkah kau bersedia untuk menumpah ruah pahit manis kelak untuk dirasa bersama?
Lalu padang panjang itu seketika tak menghuni gua dalam huni, karena gaungnya tlah bergema nyaring hingga bisingkan aku.
Bolehkah berpura-pura aku tak mendengarnya yang mulai bertahta?
Mahkota mu ku sunyikan saja.
Ku hempas pada nafas yang mulai terengah tak nyaman sebab namamu.
Sungguh inginnya aku lari saja, dari keengganan agar tak terpedaya mu.
Kelak saat aku menghentak kian menjadi-jadi, anggap saja dinding-dinding hati punya ku yang dengan lancangnya meniru aku yang mulai tak bergeming.
Aku tak pahamkan lambang yang kau eja, ku tafsir serupa bahaya dengan sepenuh curiga berantai yang terus-terusnya melepuh bisu bertemu biru.
Hati pun jadi pucat pasi, degupnya kian kemari.
Sungguh rasa ini pernah ku kenal, sungguh.
Namun aku dibuat tak kenal jeda karenanya.

Komentar

Postingan Populer