Rasionalisasi





“Terkadang seseorang bisa tetap hidup hanya bila dia merasionalkan tingkah laku buruknya.” Anonymous

Manusia memang tanpa sadar suka menipu diri sendiri. Dan jangan minta mereka untuk mengakuinya, karena terkadang manusia melakukannya tanpa sadar. Tak jarang kita membenarkan dan menganggap wajar perilaku kita yang sebenarnya sudah jelas-jelas salah. Atau terkadang kita berusaha menutupi sebuah alasan dan motiv sebenarnya bagi suatu tindakan tertentu dengan alasan lain yang terlihat logis.

Kita seperti menjalin kesepakatan tertentu dengan diri sendiri. Karena terkadang begitu sulitnya menerima diri secara terbuka melakukan kesalahan dan terlihat bodoh, sehingga kemudian kita melakukan upaya rasionalisasi agar hal-hal bodoh itu terlihat layak.

Memang di saat-saat tertentu, rasionalisasi bisa menjadi suatu upaya positif, jika menyangkut tindakan-tindakan yang positif. Kita merasionalisasikan diri untuk melakukan suatu tindakan yang memang harus kita ambil, namun mungkin kita ragu, takut, cemas, dsb. Karena memang tidak dapat dielakkan, kita memutuskan untuk melakukan suatu tindakan atau tidak, jika menganggap hal tersebut benar, boleh dan sanggup dilakukan. Yang menyedihkannya adalah di saat kita terbiasa merasionalisasikan suatu tindakan demi mengaburkan kenyataan pada diri sendiri. 

Rasionalisasi bahkan termasuk ke dalam salah satu mekanisme pertahanan diri. Seperti yang tertera pada buku Psikologi Kepribadiannya Howard S. Friedman, rasionalisasi adalah mekanisme yang melibatkan memberikan penjelasan logis terhadap perilaku yang sebenarnya di dorong oleh motif-motif tidak sadar di dalam diri. Ketimbang mengakui bahwa kita pindah ke kota lain untuk mendekatkan diri dengan kekasih, kita akan menjelaskan (tidak hanya kepada orang lain, namun juga kepada diri sendiri) bahwa kita sedang mencari kesempatan kerja yang lebih baik atau mencari tantangan baru. 

Sudahlah jika kita tidak ingin terlihat konyol di depan orang lain, namun mengapa kita bahkan tidak dapat jujur pada diri sendiri, tidak membiarkan diri sendiri mengetahui apa yang paling kita inginkan, apa yang kita harapkan, jika pun itu salah. Karena merasionalisasi suatu kebodohan belum tentu membuat kebodohan itu menjadi layak seketika, bukankah demikian? 

Beda halnya ketika kita melakukan kesalahan yang tidak kita maksudkan, mengalami kegagalan, menderita kesedihan, lantas membutuhkan rasionalisasi atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan demi menguatkan diri, menghibur diri, menghilangkan kekecewaan dan amarah, memaafkan diri sendiri dan orang lain.  Karena untuk beberapa hal, kita hanya dapat hidup dengan baik, bahkan demi sekedar agar dapat bertahan hidup, kita harus merasionalisasikan tindakan-tindakan buruk kita. Menyedihkan!

Komentar

Postingan Populer