Karma
Pernah merasa kesal setengah mati pada
seseorang yang telah melakukan kejahatan terhadap kita sampai-sampai ingin
membalasnya? Mungkin tidak semua, tapi saya pernah. Siapa yang tidak tau bahwa
balas dendam adalah termasuk perangai buruk yang harus di buang jauh-jauh jika
ia ada pada kita. Tapi tak jarang pikiran jahat semacam itu memang dapat timbul
tanpa di duga ketika kita merasakan sakit yang sulit ditoleransi oleh
orang-orang tertentu yang sepertinya sulit sekali kita maafkan.
Mengatasi rasa sakit itu memang tidak
mudah, apa lagi jika sudah terlalu. Sehingga sebagian orang akan mencoba
melampiaskannya dengan cara membalas rasa sakit itu terhadap orang yang kita
anggap bertanggung jawab. Padahal sudah jelas-jelas itu hanyalah bisikan
syaitan yang terkutuk, tapi sulit sekali untuk ikhlas jika orang yang
bersangkutan tidak ikut merasakan sakit yang sama. Seolah dunia ini tidak adil
kesannya.
Atau, mengapa kita tidak coba percaya
saja pada apa yang orang kebanyakan sebut sebagai karma. Istilah ini sebenarnya
mengandung kontroversi. Istilah karma berasal dari istilah agama Budha—the law of moral causation. Agama Budha
meyakini bahwa jika seseorang ingin mencapai nirwana, maka setiap dosa harus
dibayar yakni dengan cara diberikan kesempatan kedua untuk terlahir kembali dan
menemui masalah yang sama. Selain itu, pemahaman tentang karma juga merujuk
pada situasi yang diakibatkan oleh kesalahan kita di masa lampau. Misalkan,
jika ada orang yang tertimba musibah dan sial terus secara non-stop, maka itu semua adalah akibat perbuatan di masa lampau,
dan jika ia tidak memperoleh balasannya selama ia hidup maka dosa dan musibah
tersebut akan ditimpakan pada keturunannya (ngutip dari blognya muhammadassad.wordpress.com).
Tapi, bukan itu lho karma yang saya
maksud. Karena tidak ada istilah karma yang begituan di dalam Islam. Allah
sudah menjamin bahwa seseorang tidak akan menanggung dosa siapapun kecuali dosa
dari perbuatannya sendiri. Dan tidak ada istilah penebusan dosa dengan cara
terlahir kembali atau reinkarnasi di dalam Islam. Karma yang yang saya
maksudkan adalah adanya balasan atas segala perbuatan yang baik dan buruk. Namun
eksekusinya sepenuhnya harus kita serahkan kepada Tuhan.
Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrah (biji atom), niscaya dia akan menerima (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah (biji atom) pun,
niscaya dia akan menerima (balasan)nya.” (QS. Al-Zalzalah [99]:7-8)
Jika hal yang seperti ini juga disebut
sebagai hukum karma, maka karma itu sudah pasti ada. Yang harus digarisbawahi
adalah karma dalam hal ini bukan hanya ditujukan untuk perbuatan yang buruk
semata. Oleh karenanya, jikapun kita merasa teramat sangat terluka hingga taraf
timbul keinginan untuk balas dendam, tidak perlu repot-repot mengeluarkan
energi, karena sudah ada Tuhan yang akan bersedia menjadi pihak yang akan
membalas semua perbuatan buruk orang tersebut. Toh, terkadang besarnya luka dan
sakit yang kita rasakan membuat kita belum tentu merasa puas meskipun kita
telah membalas dendam hingga taraf paling maksimal yang mampu kita lakukan. Jika
kita mengikuti untuk menuruti emosi dan dendam, memang demikian konsekuensinya,
ibarat semakin banyak meminum air malah semakin haus. Jika pun manusia ingin
membalas dendam, semana sih sanggupnya? Dalam artian, sebagai manusia kita
memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengintervensi kehidupan orang lain. Berbeda
jika Tuhan yang mengambil tindakan. Tuhan mampu menjangkau sesuatu yang tidak
mampu kita lakukan, bahkan melebihi ekspektasi dari rasa sakit yang kita
miliki. Ini bukan cuma sekedar omong kosong lho, karena saya sudah cukup sering
menyaksikan kejadian yang demikian.
Pernah suatu masa dalam hidup saya
merasa sangat terzhalimi oleh seseorang, saking besarnya rasa sakit di hati
jadi tidak tau harus melampiaskannya dengan cara seperti apa. Saat kemarahan
memuncak, saya hanya bergumam dalam hati, “Tuhan aku tau bahwa Engkau Maha Adil”.
Beberapa tahun setelahnya, bahkan di saat saya hampir lupa semuanya, saya
justru mendengar kabar bahwa kehidupan orang yang bersangkutan porak-poranda.
Saya terkejut luar biasa, rasanya tidak harus sampai taraf demikian yang
terlintas di benak saya jikapun saya ingin membalas dendam secara langsung.
Saya yakin teman-teman yang lain juga pernah mendengarkan kisah serupa, dimana
terdapat seseorang yang mungkin berperilaku sangat tidak pantas terhadap kita,
atau keluarga kita bahkan mungkin terhadap banyak orang. Tanpa diduga-duga,
beberapa waktu kemudian ia seperti menerima hukuman dan balasan yang terkadang
jauh di luar prediksi kita. Siapa yang mampu berbuat demikian? Hanya Tuhan.
Percayalah, hanya Tuhan. Bahwa salah satu prediket Tuhan sebagai Zat yang Maha
Adil, tidak akan pernah pudar.
Belum lagi, banyak yang mungkin tidak
menyadari bahwa sebenarnya balas dendam adalah tindakan yang akan ikut
menghancurkan diri sendiri. Saat kita melakukan suatu aksi negatif, sekalipun
bukan kita yang memulai di awalnya, sangat besar kemungkinan bahwa kita akan
mendapati reaksi atau respon yang akan berbalik pada diri kita sendiri dan
akhirnya ikut menyakiti diri kita lebih dalam. Oleh karenanya orang yang ingin
terlibat dalam aksi balas dendam harus sudah siap dengan konsekuensi buruk yang
harus ia terima pula nantinya. Sedangkan membuang energi untuk hal yang negatif
saja sudah menjadi suatu kerugian tersendiri.




Komentar
Posting Komentar