Mengapa Mereka Sinis?

Pernahkah teman-teman mengalami
atau mungkin melihat suatu ketika terdapat orang-orang yang ketika melihat
orang lain berusaha lebih lalu mereka menjadi sinis? Saya contohkan saja
seperti ini, di sekolah, terdapat sejumlah siswa dengan berbagi jenis karekter
dan tingkat kemampuan baik dalam ranah kognitif, sikap dan keterampilan. Secara
ekstrem, kita akan langsung menggolongkan siswa ke dalam dua kelompok: Siswa
ideal, baik itu pintar ataupun istimewa dalam hal sikap dan Siswa bermasalah,
entah karena malas atau mereka yang sering dicap bandel atau nakal. Ketika di
suatu kelas terdapat kedua jenis siswa tersebut, meskipun secara umumnya mereka
berteman dengan baik tanpa ada permasalahan yang berarti, namun dalam hal
tertentu seperti dalam proses pembelajaran, mereka akan menjadi 2 kutub yang
saling bertentangan. Siswa yang rajin, pintar dan bersikap baik ada kalanya
merasa sinis dengan siswa-siswa yang bermasalah—hal ini masih dapat dikatakan
wajar meskipun idealnya tak patut. Setidaknya, bagi mereka yang punya cita-cita
dan orinetasi yang tinggi terhadap kualitas diri dan masa depan, akan
terheran-heran mengapa ada manusia yang seolah tak punya obsesi dalam hidup,
malah sering menimbulkan masalah. Namun, pada saat yang sama, siswa yang
bermasalah juga memiliki pandangan yang sinis terhadap siswa yang ideal,
sehingga tak jarang di saat siswa yang ideal aktif di kelas, mengerjakan
tugas-tugas dengan sempurna, mampu melaksanakan ujian dengan baik, selalu
bersikap ideal dan moralis, siswa yang bermasalah akan dengan lantang
mengatakan, “Apa sih mereka itu, mau dapat nilai 100 ya, mau jadi siswa teladan
ya, ntar mau jadi presiden ya.” Atau yang paling frontal, “Cari muka ya”. Nah,
jujur, ini yang tidak saya mengerti.
Dalam hal ini, saya tidak
bermaksud buruk terhadap mereka-mereka yang dianggap bermasalah dan dilabeli
negatif oleh orang-orang. Saya yakin, pasti ada sebab-musabab dan berbagai
faktor yang mempengaruhi perilaku mereka. Bukannya sinis atau benci, harusnya kita
kasihan. Yang saya herankan, sudahlah jika mereka tak mampu berperilaku dan
menjadi diri yang ideal seperti yang orang-orang sekitarnya harapkan, tapi
mengapa mereka harus sinis terhadap orang-orang yang berusaha lebih dan ideal?
Apa salah siswa-siswa ideal tersebut? Seolah keberadaan dan aktivitas mereka
terkesan menganggu sekali sampai harus diperlakukan sinis sedemikiannya?
Apakah mungkin manusia-manusia
yang bermasalah ini sedang berusaha mengalihkan inferioritas yang mereka miliki
terhadap orang lain? Apakah mereka sebenarnya tanpa sadar tengah melampiaskan
kesalahan pada pihak lain? Apakah karena adanya keberadaan orang-orang yang
berusaha lebih ini , semakin memojokkan posisi mereka dan membuat mereka
semakin terlihat bermasalah di saat siswa-siswa ideal ini tampil dan jadi acuan
banyak orang? Mungkin juga, karena keberadaan siswa-siswa ideal ini kemudian
sering menjadi bahan dalam membanding-bandingkan mereka, lalu harga diri
merekapun menjadi ikut dikorbankan? Saya sedang berusaha memahaminya. Namun
bagaimanapun, bukannya ini bukan tindakan yang tepat?
Saya sendiri pernah, bahkan
sering mengalami situasi yang tak menyenangkan seperti itu selama masa
perkuliahan. Sebagai mahasiswa yang cukup rajin dan berprestasi secara akademis
(maaf sedikit narsis, hehe..), tak jarang mendapati sinisme, bahkan dalam
bentuk sarkas. Misalnya saja di saat menjelang ujian, hanya saya dan beberapa
teman yang masih belajar untuk persiapan di tengah kebanyakan mahasiswa lain yang
terlihat santai dan cuek, lalu beberapa di antara mereka akan mengeluarkan
celetukan pahit terhadap saya
“Maklumlah, dia kan mau dapat nilai A”. Atau di lain waktu ketika saya
aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, akan ada saja yang berkomentar, “
Entah apa sibuk skali, mau jadi aktivis ya”. Padahal saya tidak merasa bahwa ada aktivitas saya yang mengganggu orang lain. Untungnya komentar-komentar seperti itu saya tanggapi hanya sebagai angin
lalu saja. Hidup itu terkadang memang seperti ini, yang baik sajapun kita
kerjakan tetap ada saja yang tak senang.
Belum lagi, kalau bertemu dengan
orang-orang yang, ia sendiri tidak mengenyam pendidikan lalu dengan gamblangnya
berkomentar “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi, yang jadi dokter udah banyak,
yang jadi presiden juga udah ada. Liat tuh, banyak orang yang ga sekolah tapi
sukses, tapi yang sekolah malah jadi gelandangan.” Banyak lho, orang-orang yang
menyebar kebodohan berpikirnya pada orang lain dengan statement-statement
sejenis itu.
Di dalam Teori Psikologinya
Sigmund Freud, dalam bagian mekanisme pertahanan diri, memang ada sih yang
namanya Proyeksi. Proyeksi itu adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan diri
dimana impuls yang menyebabkan kecemasan dikeluarkan dengan cara mengarahkan
kecemasan tersebut—atau memproyeksikannya terhadap orang lain. Ancaman-ancaman
dari dalam diri seseorang diatribusikan kepada orang-orang disekitarnya.
Sebagai contoh ni ya, seorang politisi garis keras yang berkampanye menentang
orang-orang yang terlibat seks pranikah, menentang kehamilan di luar nikah,
kaum homoseksual, dan guru pendidikan seks di sekolah dasar berkata, “Mereka
menghancurkan jalinan moral kita”. Apakah politis ini adalah nabi yang
benar-benar bermoral yang mengarahkan kehidupan
ke jalan yang lebih baik bagi semua orang? Atau mungkin ia hanya sekedar
orang yang kepribadiannya sebenarnya tengah terganggu, menentang seksualitas karena
takut terhadap kekuatan id yang ada di dalam diri sendiri? (Ngutip dari
bukunya Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack yang berjudul Kepribadian:
Teori Klasik dan Riset Modern)
Saya tiba-tiba jadi ingat kutipan
pembicaraan dalam sebuah film Asia yang berjudul You Are The Apple of My Eye antara seorang siswi ideal bernama
Chia-Yi dengan seorang siswa yang bermasalah bernama Ching-Teng, begini
kira-kira kutipannya:
Ching-Teng : "10 tahun lagi walaupun aku tidak tau apa
itu “logaritma”, aku masih bisa hidup baik-baik saja kan?"
Chia-Yi : "Yang aku pandang
rendah, bukan orang yang nilainya jelek, tapi orang yang ia sendiri tidak mau
giat belajar namun memandang rendah orang lain yang berusaha lebih."
*Nih film, recom banget
teman-teman. Diangkat dari kisah nyata dan banyaaaak banget pelajaran hidupnya :)


Komentar
Posting Komentar