Agar Seimbang
Tersindir.
Itulah perasaan yang pertama kali muncul ketika membaca pernyataan di atas.
Mengapa? Moody. Itu adalah salah satu gambaran sederhana menganai kepribadian
saya. Meski merasa sering tersiksa oleh karakter yang satu ini, namun pada
akhirnya saya tak mau ambil pusing dan berusaha menerimanya sebagai bagian dari
kepribadian saya.
Pada
dasarnya, setiap manusia pasti mengalami perubahan mood dalam kesehariannya,
suatu ketika kita akan bahagia dan bersemangat namun pada lain waktu, bahkan
dalam rentang waktu yang berdekatan, kita akan seketika galau, sedih dan layu.
Manusiawi sekali. Namun bagi mereka yang moodnya dapat berubah konstan
dan tidak stabil sepanjang waktu, tentu akan mengalami situasi yang
cenderung lebih sulit dan rentan bermasalah, bahkan sangat melelahkan.
Bayangkan
saja, suatu ketika di saat kita tengah good mood, kita akan menjadi sosok yang
berbahagia, menyenangkan, bersemangat melakukan apapun, menghadapi apapun. Dan
ketika kita berada pada situasi badmood, kita akan menjadi emosional, sensitif,
tidak mau berinteraksi dengan orang tertentu atau malas melakukan aktivitas apapun yang pada saat itu kita tak memiliki minat terhadapnnya. Menyusahkan
sekali bukan, ketika kita harus menggantungkan segala hal—perasaan, aktivitas dan
relationship—pada mood.
Ketika tak
memiliki kemampuan untuk mengontrolnya, bisa saja kemudian kita akan terjebak
pada kepribadian yang ‘semau gue’, gue senang gue lakuin, gue ga senang jangan
dipaksa. Parahnya lagi, saat kita kemudian menjadi pribadi yang hanya melihat
sesuatu berdasarkan pandangan diri sendiri saja: asal saya senang, yang lain terserah. Kesannya jadi sedikit
anti-sosial yah.
Terkadang
memang ada orang yang memiliki orientasi yang lebih besar terhadap diri sendiri
dibandingkan terhadap dengan orang-orang di sekitarnya. Dalam artian, mungkin dapat digolongkan kepribadian yang cenderung agak individualis, yakni tindakan apapun
yang dilakukan akan diukur berdasarkan kenyamanan diri pribadi semata. Setidaknya, apapun yang dilakukan atau tidak, selama tidak menggangu orang
lain, walaupun juga belum tentu menyenangkan orang lain, mereka tidak akan
perduli.
Suatu
ketika, saat saya melakukan tindakan yang saya anggap benar, sepupu saya
merespon dengan menyatakan bahwa saya melakukan tindakan yang kurang tepat.
Lalu saya pun mempertanyakan, dimana letak kesalahan saya karena saya tidak
merasa melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Saya bukan tipe yang terlalu ambil pusing tentang pandangan orang lain, terserah orang lain mau
senang atau tidak terhadap apa yang saya lakukan, selama itu tidak mengganggu
dan merugikan siapapun. Bagi saya, jika kita harus hidup bersandar atas apa
yang orang lain katakan dan nilai tentang kita, rasanya akan sangat melelahkan.
Terkadang, kebanyakan orang hanya mampu berkomentar, mencibir atau apapun lah
itu padahal mereka tak pernah benar-benar tau permasalahan utama, penyebab apa
lagi memberikan solusi.
Namun
kemudian sepupu saya berusaha mematahkan dengan lembut paradigma saya yang
sepertinya kurang tepat, “Kita memang tidak perlu sepenuhnya mendasarkan
perilaku kita pada pendapat orang lain, namun jangan lupa bahwa di dunia ini
kita tidak hidup sendiri. Kita hidup di tengah keluarga dan masyarakat,
sehingga kita tidak bisa sepenuhnya bertindak sesuka hati dan mengabaikan orang-orang
di sekitar kita.”
Beliau
sepertinya tengah mengajak saya untuk bersikap dan memiliki pandangan hidup
yang lebih seimbang. Siapa yang tidak tau konsep Aristoteles bahwa manusia
adalah makhluk individu dan sosial. Namun terkadang kita belum mampu menerapkannya
pada porsi yang benar-benar seimbang. Kita pernah melihat yang hidup dengan social-oriented yang luar biasa: asal
orang lain senang, diri sendiri tak masalah. Jadinya seperti ‘martir’ yang
selalu berkorban demi orang banyak, terlalu memikirkan pandangan orang namun,
sampai-sampai tak menghargai diri sendiri. Orang-orang seperti ini bukannya tak
mengalami konflik hebat dengan diri sendiri meski di luarnya terlihat
biasa-biasa saja.
Sebaliknya,
menjadi self-oriented sepertinya juga
bukan suatu hal yang bijak, sekalipun di saat kita merasa tindakan kita tengah
tidak merugikan siapapun. Hal yang terkadang tidak kita sadari, kita tidak
ingin membiarkan orang lain menyakiti diri kita melalui pandangan-pandangan
orang lain yang kita anggap masa bodoh. Namun ternyata, melalui tindakan masa
bodoh itu sendiri kita juga tengah menyakiti diri sendiri melalui orang lain.
Sebagai gambaran, kita membiasakan diri untuk bersikap sesuka hati, dan di saat
orang lain tidak berkenan, baik secara langsung atau tidak, mereka akan
menunjukkan sikap berupa penolakan, menjauhi, marah, protes dan berbagai bentuk
sikap lainnya yang menggambarkan ketidak senangan. Sebagai manusia, semasa
bodoh apapun kita menanggapinya, pada dasarnya tidak ada orang yang dengan senang hatinya menerima perlakuan tidak menyenangkan terhadap dirinya.
Oleh
karenanya, mari hidup dengan lebih seimbang. Jangan biarkan kekuatan negatif
yang ada di dalam diri kita berkuasa di luar kesadaran diri kita sendiri. :)




Komentar
Posting Komentar