Spirit of Women




Tontonan, sejak dulu kala di saat teknologi mulai berkembang dengan pesat telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai sarana hiburan dan media informasi, dunia pertelevisian pun telah menyediakan banyak sekali pilihan saluran dan program tontonan sesuai dengan kebutuhan dan selera masyarakat. Bahkan, ada masa dimana tayangan yang disajikan oleh televisi pun menuai banyak kritik dan kontroversi, mengingat posisi tayangan televisi yang sepertinya telah menjadi media mainstream yang paling banyak dan sering digunakan oleh hampir seluruh masyarakat dunia.

Menyangkut hal tersebut, tayangan berupa perfilman dan drama/serial merupakan salah satu tayangan yang paling banyak diminati. Indenesia sendiri telah menghasilkan cukup banyak produksi film dan sinetron dengan berbagai genre. Namun globalisasi dan perkembangan teknologi tentu telah memberikan kontribusi terhadap luasnya cakupan tontonan masyarakat. Artinya, selain dapat menonton tayangan yang diproduksi oleh negeri sendiri, masyarakat kini dengan mudahnya dapat memperoleh tontonan yang diproduksi oleh negara lain.

Perfilman dan serial Barat, baik dari Amerika maupun Eropa telah lama merajai dan mendominasi preferensi tontonan masyarakat. Dengan kualitas dan kuantitas yang mereka miliki, tontonan mereka sesuangguhnya jauh lebih diminati dibandingakan tontonan dalam negri. Jika perfilman Hongkong telah sejak dahulu ikut menunjukkan taringnya, kini baik Taiwan, Thailand apalagi Korea telah mulai unjuk gigi dan ikut bersaing sebagai tontonan yang cukup dipertimbangkan.

Mungkin ada banyak alasan--bahkan berbeda-beda--yang dimiliki oleh setiap orang atas preferensinya terhadap tontonan berbagai negara Asia ini. Terutama K-Drama yang bahkan sudah menjadi tontonan yang sangat digandrungi dari sejak awal tahun 2000-an. Film dan drama Asia memang tengah menjadi alternatif yang sepertinya jauh lebih diminati oleh para remaja bahkan ibu-ibu dibandingkan sinetron-sinetron Indonesia (habis, ceritanya tentang anak yang ketuker, perebutan harta atau cowok dan kecelakaan trus hilang ingatan mulu sih, xixixi). Selain karena tampilan para artis Asia  yang jauh lebih fresh, stylis dan fashionable, acting mereka yang berkelas, cerita-cerita yang ditampilkan pun sangat bervariasi. Di samping kemampuan production team dalam menghadirkankisah-kisah percintaan dan kehidupan dalam kemasan yang sangat dramatis. Mereka mampu membius para penontonnya untuk hanyut, histeris, menangis dan tertawa sendiri dalam kisah-kisah yang disajikan (pengalaman pribadi, XD ).

Namun, ada satu hal menarik dan menginspirasi adalah tentang nilai Spirit of Women yang entah sengaja atau tidak untuk dihadirkan. Dari sekian banyak film dan drama Asia yang ada, hampir rata-rata menunjukkan dan mengisahkan tentang Spirit dan Power of women. Bahkan salah satu Channel TV swasta yang khusus menayangkan Korean pop, drama dan film terdapat segmen “Feel Spirit of Women” dimana dalam periode tertentu akan menampilkan drama-drama Korea yang menyuguhkan power and spirit of women.

Jauh berbeda dengan sosok yang ditampilkan dalam sinetron-sinetron Indonesia dimana tokoh utama biasanya akan menjadi figure yang luar biasa tertindas oleh figure lain yang luar biasa antagonis (hitam putih banget), namun sang tokoh protagonist akan menyikapinya dengan luar biasa pasrah, kelewat sabar dan ‘nrimo’, tak berdaya bahkan terkadang terlihat bodoh. Entah mengapa, sinetron Indonesia menggambarkan bahwa perempuan yang baik adalah perempuan yang teraniaya dan mengalah. Perempuan juga akan digambarkan sebagai sosok yang emosional, penakut, suka bergosip dan cenderung berada di wilayah domestik.

Stereotip-stereotip di atas yang selalu diidentikkan dengan perempuan disebut Tuchman sebagai “anihilasi perempuan secara simbolik” (Tuchman dalam Strinati, 2007: 207). Praktek anihilasi dalam media massa dapat dilihat dari penegasan peranan perempuan yang sering distereotipkan pada daya tarik seksual maupun kinerja domestik. Stereotip yang dibentuk oleh media massa tersebut dipahami sebagai meniadakan, mengabaikan, atau mengesampingkan kepentingan perempuan. Singkatnya secara simbolis, kaum perempuan ditiadakan atau diremehkan. Anihilasi simbolik ini juga menjelaskan bahwa perempuan dan kepentingannya tidak direpresentasikan secara akurat dalam media massa, yang ada justru konstruksi budaya patriarki. Ini tidak begitu mengherankan, karena budaya patriarki yang dikonstruk oleh media massa sudah begitu kental melekat dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga tanpa disadari kita telah menganggap wajar bila perempuan selalu menjadi mahluk penurut, penakut, emosional dan penuh dengan perasaan.

Bisa dikatakan, hal-hal seperti ini termasuk jarang dijumpai dalam drama dan film-film Asia. Tentunya akan tetap ada pemeran utama wanita yang juga digambarkan memiliki kontradiksi dan konflik dengan berbagai persoalan kehidupan (tidak serta merta slalu dijahatin ama antagonis cewek yang jahatnya minta ampun lho). Bahkan persoalan-persoalan hidup yang mereka hadapi cenderung lebih realistis dan variatif antar film dan drama. Namun menariknya, mereka ditampilkan ke dalam sosok yang meskipun sabar dan baik hati namun tidak pasrah, meskipun rela berkorban namun terhadap hal-hal yang dianggap pantas, dan mereka memiliki karakter yang berani, ulet, tangguh, kuat, pantang menyerah, cerdas dan pekerja keras dalam merubah keadaan dan terhadap mimpi serta cita-cita. Benar-benar sosok wanita-wanita luar biasa yang akan membuat kagum bagi mereka yang menontonnya. Di dalam berbagai film dan drama, juga bukannya tidak ada sosok antagonis, namun karakter dan bentuk kejahatan sang pelaku biasanya masih dalam taraf yang logis dan wajar (ngga super licik dan jahatnya ga ketulungan kayak di sinetron Indonesia). Nilai-nilai yang menstereotipkan perempuan sebagai sosok yang jahatnya minta ampun, lemah dan layak ditindas akan jarang didapati pada film dan drama Asia. Bahkan tak jarang, justru karakter dan power sosok perempuan (pemeran utama) di drama-drama tertentu jauh lebih tangguh dan mengagumkan dari sosok para pria.

Bukan bermaksud berlebihan dan juga tidak bermaksud mengada-ada. Kita memang dapat melihat kesabaran dan ketangguhan dalam manjalani peliknya kehidupan, konflik keluarga dan percintaan dari  pemeran utama perempuan dalam  berbagai film dan drama Asia baik yang diproduksi oleh Korea, Taiwan, Hongkong, Thailand, dsb. Beberapa diantaranya bahkan mampu menyuguhkan sosok-sosok perempuan yang sungguh mengagumkan, dimana mereka tidak hanya tangguh secara karakter, namun cerdas dan tangguh secara fisik, menggambarkan karekter yang kuat bahwa perempuan bukan hanya sebagai pelengkap, tapi juga dapat diandalkan bahkan melebihi pria.

Hal ini menjadi unik untuk diperbicangkan,mengingat tontonan memiliki pengaruh yang signifikan dalam menananmkan nilai-nilai yang kemudian dianut oleh para penontonnya yang bahkan dapat berdampak terhadap pola pikir, sikap, bahkan kepribadian seseorang. Seperti yang dinyatakan Schramm (1982) bahwa media massa mempunyai kekuatan yang luar biasa. Ia dapat menyuntikan pesan-pesan kepada massa. Pesan-pesan tersebut ibarat peluru tajam yang dapat ditembakkan ke pada massa. Dan terkait hal ini, sungguh merupakan hal yang tak menyenangkan ketika media, terutama sinetron-sinetron televisi justru menjadi perpanjangantangan dalam mengehegemoni budaya dan nilai-nilai patriarki. Apa lagi ketika stereotipe-stereotipe seperti kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan, sikap perempuan yang mengalah dan pasrah menjadi suatu paradigma yang dianggap lazim dan pantas diberlakukan, dicontoh dan dianggap benar oleh jutaan perempuan dan pria lainnya yang ada di Indonesia.

Kebanyakan orang mungkin akan bertanya dan merasa heran, mengapa harus drama dan film Asian—apalagi Korea—yang dijadikan referensi? Bukankah ada banyak tontonan barat yang bahkan menyuguhkan nilai kesetaraan, serta spirit of women yang jauh lebih hebat dibandingkan tontonan Asia. Pernyataan tersebut kiranya tidak dapat disalahkan. Namun kenyataan sudah membuktikan bahwa film dan drama Asia memang sedang menjadi alternatif tontonan masyarakat Indonesia bahkan tidak sedikit yang kecanduan olehnya. Tentu ada banyak alasan yang akan objektif jika dijabarkan melalui survey dan penelitian. Namun sebagian pihak berpendapat bahwa tayangan dari negara luar tersebut menjadi menarik dikarenakan masyarakat sepertinya sudah lelah dan jenuh dengan tontonan-tontonan barat yang menyajikan budaya dan nilai-nilai liberal yang cenderung tidak cocok dengan budaya masyarakat kita yang ketimuran. Sopan-santun, menghormati yang lebih tua, kasing sayang dan saling menghargai dalam keluarga, batasan skinship antara laki-laki dan perempuan (kalau di barat cenderungnya kan love is sex yah), merupakan nilai-nilai yang masih ditemukan di dalam drama-drama Asia namun mampu dikemas meskipun dalam bentuk kehidupan yang sudah lebih modern. Meskipun bukannya tidak ada tontonan Asia yang mengarah pada nilai-nilai liberal seperti tontonan barat, namun hal ini tentu akan kembali pada selera dan kesadaran masyarakat dalam memilih.

Sebagai warga Negara yang baik, mungkin akan terkesan ‘murtad’ ketika kita justru lebih mencintai produk luar negeri di saat banyak kalangan yang mengkampanyekan untuk cintai produk dalam negeri. Namun apa hendak dikata, Negara tercinta ini masih sangat mengecewakan dalam bagian ini. Padahal Konferensi Dunia IV tentang Perempuan (1995) di Beijing menghasilkan keputusan penting mengenai kesetaraan perempuan berkaitan dengan media massa. Dari 12 Deklarasi Beijing ini satu butir di antaranya memuat pasal-pasal yang mendorong penggambaran perempuan yang seimbang dan nonstereotipikal di media (Musyafak: 2012). Wallahu’alam

Komentar

  1. Ulasan yang berani. Menarik.
    Salut. "Apapun tulisannya, temanya tetap perempuan." aHAHa. Keren2.

    BalasHapus
  2. wadooh, aku kira yg komen siapa, rupanya si penulis yg ditak****** :D
    Jadi merinding aq bacanya, hahaha
    ini cuma tulisan iseng2 kok,,
    iya ya, perempuan terus, ud spesialisasi ku kalii yah
    makasi..makasi :)

    BalasHapus
  3. Ehehelg. Mantap. Tampaknya kakak ini uda mulai mendekati "penulis yang ditakdirkan" yaa. Lanjutkan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer