SIKULA PASI & CRITICAL ENVIROMENTAL PEDAGOGY




Kami sedang menyusun konsep, kurikulum dan aktivitas untuk program terbaru yang digagas oleh WCS (Wildlife Conservation Society): SIKULA PASIE.

BTW, saya senang sekali bahwa beberapa NGO sudah punya kesadaran lebih maju menyangkut pendidikan dan kaderisasi, ga Cuma KERJA, KERJA, KERJA aja.. hehe..

Sikula Pasie ini akan ditujukan bagi para pemuda di daerah pesisir. Pendidikan seperti ini jelas harus dibuat dengan perspektif pendidikan kritis berbasis komuitas dan pola pendidikan orang dewasa. Kurikulum yang dirancang pun berupa penguatan idiologi, pengetahuan dan skill menyangkut SOSIOEKOLOGI

Saya pribadi senang sekali dengan perspektif ini karena bisa menjadi kritik atas perspektif ekofasis yang hanya mementingkan lingkungan dengan mengabaikan aspek manusia dan sosial, juga kritik terhadap perspektif yang hanya concern pada isu sosial dan manusia (antropo-sentris) lalu abai pada aspek lingkungan.

Melalui agenda ini saya juga memperoleh pengetahuan penting baru mengenai CRITICAL ENVIROMENTAL PEDAGOGY dan ECOLITERACY. 

Sebagai seorng CRITICAL PEDAGOGUE yang selama ini wilayah kerjanya cuma di ranah social science, ini pengetahuan dan pengalaman penting. Feel Upgraded banget.

Hal ini juga mengantarkan saya pada satu perspektif baru, dari upaya menciptakan "tatanan sosial" yang ideal menjadi "tatanan semesta" yang ideal..

Lets starting :)

 


 

Berikut Pengantar Silabus yang aku tulis untuk Sikula Pasi:

***

 

Berapa banyak kerja-kerja dan program baik pemerintah maupun NGO berseliweran di masyarakat. Namun setelah program, apa yang tertinggal? Hanya sumbangan material, ingatan dan pengetahuan sesaat? Itupun jika ada. Kemirisan ini sudah menjadi rahasia umum, karena masyarakat cenderung dijadikan objek. Bukan entitas yang diposisikan sebagai subjek, didampingi secara idiologi dikuatkan keyakinan, pengetahuan dan kemampuannya secara kolektif untuk dapat memamahi berdaya dan bergerak atas masalah mereka sendiri. Oleh karenanya, WCS berinisiatif menggagas Sikula Pasie sebagai alternatif atas kesembrautan kerja-kerja terutama atas masyarakat pesisir, dan agar segala hal yang telah diupayakan bersama selama ini tidak raib seketika hilang tanpa bekas.

Silabus Sikula Pasie yang kami rembuk bersama pun kami rancang dalam perspektif Sosioekologi. Bukannya tanpa sebab. Penamaan ini lahir dari rahim perdebatan sengit antara kebutuhan menjaga lingkungan dan kebutuhan kapasitas analisa sosial yang memadai. Perspektif sosioekologi juga menjadi cambuk keras atas mereka yang ekofasis: hanya bicara tentang menjaga lingkungan namun abai terhadap manusia dan kondisi sosial; juga kritik terhadap mereka yang antroposentris: hanya bicara tentang kebutuhan manusia namun luput pada alam. Jika sebelumnya, dua kubu yang bahkan selalu merasa paling idiologis ini hanya berkutat pada cita-cita membangun tatanan sosial yang adil, sekedar membangun tatanan ekosistem yang seimbang, maka cita-cita Sikula Pasie selangkah lebih maju: harapan akan tatanan semesta yang lebih ideal dimana masyarakat dan alam saling bersumbangsih akan nilai yang sama pentingnya.

Oleh karenanya, jangan heran jika silabus ini kami upayakan dengan sebik-baik cara dengan menggunakan perspektif critical social and environmental pedagogy (mazhab pendidikan kritis sosial dan lingkungan) bermuatan: idiologi, pengetahuan dan skill. Di taraf idiologi, kami membutuhkan para pemuda pesisir yang memiliki keyakinan sekeras baja dalam menghimpun masyarakatnya menjadi bagian dari gerakan sosioekologi ini, keyakinan yang tumbuh dari pacutan bahwa Tuhan dan Adat mereka sebagai basis utama pelembagaan akhlak sosial memerintahkan untuk menjaga alam dengan sekuat-kuat kemampuan. Serta para pemuda bangga dengan setinggi-tingginya kebanggaan sebagai masyarakat pesisir yang telah memiliki capaian peradaban yang kadang luput dalam ingatan sosial akibat digempur oleh modernism dan berbagai eksploitasi yang berdampak ada kehancuran self-esteem  sosial.

Kami juga membutuhkan para pemuda pesisir yang memiliki pengetahuan mumpuni untuk memahami segala permasalahan lingkungan, kawasan dan sumber daya pesisir di level kesadaran kritis menyangkut aspek sosial, politik, hukum, ekonomi, mulai dari lingkup lokal hingga global. Dan selemah-lemahnya skill atas penggunaan alat analisa sosial dan bagaimana strategi kampanye atas kondisi hiruk pikuk hidup mereka. Kami juga mengupayakan agar proses saling ajar di Sikule Pasie mengunakan pola pendidikan untuk orang dewasa (POD). Semoga para narasumber kami nanti cukup sadar diri untuk tidak memberikan ceramah membosankan dan memahami bahwa yang diajak berdikusi adalah para orang dewasa yang juga memiliki pengetahuan dan pengalaman yang tidak dapat diremehkan. Partisipasi aktif dan pengalaman langsung peserta adalah kunci.

Komentar

Postingan Populer